Kamis, 24 November 2016

Perilaku Konsumen Berdasarkan Pendekatan Marginal utility dan Indifference Curve

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian-pengertian dan Asumsi-asumsi Utama

Tujuan yang ingin dicapai oleh konsumen adalah kepuasan maksimum, untuk dapat membahasnya kita harus mengetahui beberapa pengertian dan asumsi dasar (utama).[1]

1.      Barang (Commodities)
Barang adalah benda dan jasa yang di konsumsi untuk memperoleh manfaat atau kegunaan. Barang yang dikonsumsi mempunyai sifat makin banyak dikonsumsi makin besar manfaat yang diperoleh (good). Contohnya pakaian, makin banyak dimiliki makin memberi manfaat. Sesuatu yang bila konsumsinya ditambah justru mengurangi kepuasan hidup (bad).

2.      Utilitas (utility)
Utilitas (utility) adalah manfaat yang diperoleh karena mengonsumsi barang. Utilitas merupakan ukuran manfaat suatu barang dibanding dengan alternatif penggunaannya. Utilitas digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan oleh konsumen. Utilitas total (total utility) adalah manfaat total yang diperoleh dari seluruh barang yang dikonsumsi. Utilitas marjinal (marginal utility) adalah tambahan manfaat yang diperoleh karena menambah konsumsi sebanyak satu unit barang.

3.      Hukum Pertambahan Manfaat yang Makin Menurun (The Law of Diminishing Marginal Utility)
Pada awalnya penambahan konsumsi suatu barang akan memberi tambahan utilitas yang besar, tetapi makin lama pertambahan itu bukan saja makin menurun, bahkan menjadi negatif. Good sudah berubah menjadi bad. Gejala itu disebut sebagai Hukum Pertambahan Manfaat yang makin Menurun. Dalam perilaku konsumen, gejala tersebut dilihat dari makin menurunnya nilai utilitas marjinal.

4.      Konsistensi Preferensi (Transitivity)
Konsep preferensi berkaitan dengan kemampuan konsumen menyusun prioritas pilihan agar dapat mengambil keputusan. Minimal ada dua sikap yang bekaitan dengan preferensi konsumen, yaitu lebih suka (prefer) dan atau sama-sama disukai (indifference).

5.      Pengetahuan Sempurna (Perfect Knowledge)
Konsumen diasumsikan memiliki informasi atau pengetahuan yang sempurna berkaitan dengan keputusan konsumsinya. Mereka tahu kualitas barang, kapasitas produksi, teknologi yang digunakan dan harga barang di pasar. Mereka mampu memprediksi jumlah penerimaan untuk suatu periode.

B.     Teori Nilai Guna dan Hubungannya dengan Teori Mashlahah

Di dalam teori ekonomi, kepuasan seseorang dalam mengonsumsi suatu barang dinamakan utility atau nilai guna. Kalau kepuasan terhadap suatu benda semakin tinggi, maka semakin tinggi pula nilai gunanya. Sebaliknya, bila kepuasan terhadap suatu benda semakin rendah maka semakin rendah pula nilai gunanya.

Dalam ekonomi Islam, kepuasan dikenal dengan maslahah dengan pengertian terpenuhi kebutuhan baik bersifat fisik maupun spiritual. Seorang muslim untuk mencapai tingkat kepuasan harus mempertimbangkan beberapa hal, yaitu barang yang dikonsumsi adalah halal, baik secara zatnya maupun cara memperolehnya, tidak bersikap israf (royal) dan tabzir (sia-sia). Oleh karena itu, kepuasan seorang muslim tidak didasarkan banyak sedikitnya barang yang di konsumsi, tetapi didasarkan atas berapa besar nilai ibadah yang didapatkan dari yang di konsumsinya.
Untuk mengetahui kepuasan seorang konsumen dalam teori ekonomi, dapat di ilustrasikan dalam bentuk total utility (nilai guna total) dan marginal utility (nilai guna tambahan).

C.     Perilaku Konsumen Berdasarkan Pendekatan Marginal Utility

Total utility adalah jumlah seluruh kepuasan yang diperoleh dalam mengonsumsi sejumlah barang tertentu. Sementara itu, marginal utility adalah penambahan atau pengurangan kepuasan sebagai akibat dari penambahan dan pengurangan penggunaan satu unit barang.[2]

Tabel Total Utility dan Marginal Utility

Jumlah Apel yang dimakan
Total Utility
Marginal Utility
0
0
0
1
30
30
2
50
20
3
65
15
4
69
4
5
68
-1
6
64
-4
7
57
-7

Tabel diatas menunjukkan ketika memakan apel yang keempat, total nilai gunanya mengingkat dan nilai guna marginalnya positif. Berarti kepuasan seseorang memakan apel mencapai tingkat kepuasan yang maksimal pada apel yang keempat. Namun, ketika memakan apel yang kelima total utilitynya menurun dan marginal utilitynya adalah negatif.

Kurva total utility bermula dari titik nol, yang berarti tidak ada konsumsi, total utility adalah nol. Pada mulanya kurva total utility adalah menaik, yang berarti kalau jumlah konsumsi apel bertambah, total utility bertambah. Kurva total utility mulai menurun pada waktu konsumsi apel melebihi empat buah. Kurva marginal utility turun dari kirike kanan bawah. Kurva nilai guna marginal memotong sumbu dasar sesudah apel kedua. Berarti sesudah perpotongan tersebut marginal utility adalah negatif. Dalam keadaan seperti ini, berdasarkan etika konsumsi dalam Islam, seorang konsumen harus menghentikan konsumsi terhadap barang tersebut. Karena hal itu menimbulkan disutility yang dalam istilah fiqh dikenal dengan mafsadah (kerusakan).

Dalam ekonomi konvensional, konsumsi diasumsikan selalu bertujuan untuk memperoleh kepuasan (utility). Konsumsi dalam Islam tidak hanya bertujuan untuk mencari kepuasan fisik, tetapi lebih mempertimbangkan aspek maslahah yang menjadi tujuan dari syariat Islam (maqashid syariah).

Imam Asy-Syathibi mengatakan, bahwa kemaslahatan manusia dapat terealisasi apabila 5 unsur pokok dapat diwujudkan dan dipelihara yaitu: agama (ad-din), jiwa (an-nafs), akal (al-‘aql), keturunan (an-nasl) dan harta (al-mal).[3]

Mengurangi konsumsi suatu barang sebelum mencapai kepuasan maksimal adalah prinsip konsumsi yang diajarkan Rasulullah, seperti makan sebelum lapar dan berhenti sebelum kenyang. Karena tambahan nilai guna yang akan diperoleh akan semakin menurun apabila seseorang terus mengonsumsinya. Pada akhirnya, tambahan nilai guna akan menjadi negatif apabila konsumsi terhadap barang tersebut terus ditambah. Hukum nilai guna marginal yang semakin menurun (law of diminishing marginal utility) menjelaskan bahwa penambahan terus menerus dalam mengonsumsi suatu barang, tidak akan menambah kepuasan dalam konsumsi karena tingkat kepuasan terhadap barang tersebut akan menurun.

Misalnya, seorang yang kehausan diberi segelas air minum akan mendapatkan kepuasan yang maksimal. Kemudian diberi air satu atau dua gelas air maka kepuasannya akan bertambah. Akan tetapi jika diberi lagi satu gelas air lagi, ia akan menolak karena sudah merasa puas. Berarti, nilai guna total dari meminum empat gelas adalah lebih rendah dari nilai guna yang diperoleh dari meminum tiga gelas. Karena itulah, Islam menekankan sikap sederhana dalam konsumsi. Sebaliknya sikap israf (berlebih-lebihan) dan tabzir (sia-sia) dalam konsumsi dilarang.
Dalam teori ekonomi, setiap orang akan berusaha memaksimumkan kepuasan dari barang-barang yang di konsumsinya. Menurut teori nilai guna, untuk mewujudkan prinsip pemaksimuman kepuasan konsumen yang mempunyai pendapatan terbatas, dapat dilakukan dengan pendekatan melalui kurva kepuasan sama (indifference curve / IC).

D.    Fungsi Utility

Dalam ilmu ekonomi tingkat kepuasan (utility function) digambarkan oleh kurva indiferen (indifference curve). Biasanya yang digambarkan adalah utility function antara dua barang (jasa) yang keduanya memang disukai oleh konsumen.
Dalam membangun teori utility function, digunakan tiga aksioma pilihan rasional:[4]

1.      Completeness
Aksioma ini mengatakan bahwa setiap individu selalu dapat menentukan keadaan mana yang lebih disukainya di antara dua keadaan. Bila A dan B adalah dua keadaan yang berbeda, maka individu selalu dapat menentukan secara tepat satu di antara tiga kemungkinan:
a.       A lebih disukai daripada B
b.      B lebih disukai daripada A
c.       A dan B sama menariknya

2.      Transtivity
Aksioma ini menjelaskan bahwa jika seorang individu mengatakan “A lebih disukai daripada B” dan “B lebih disukai daripada C”, maka pasti ia akan mengatakan bahwa “A lebih disukai daripada C”. Aksioma ini sebenarnya untuk memastikan adanya konsistensi internal di dalam diri individu dalam mengambil keputusan.

3.      Continuity
Aksioma ini menjelaskan bahwa jika seorang individu mengatakan “A lebih disukai daripada B,” maka keadaan yang mendekati A pasti juga lebih disukai daripada B.
Ketiga asumsi diatas dapat kita terjemahkan ke dalam bentuk kurva iniferen (Indifference Curve).

E.     Perilaku Konsumen Berdasarkan Kurva Indiferen (Indifference Curve)

Indifference Curve (IC) adalah suatu kurva yang menggambarkan gabungan dari dua barang yang akan memberikan kepuasan yang sama besar. Untuk menjelaskan kurva tersebut dapat diilustrasikan sebagai berikut:

Seseorang mengonsumsi makanan dan pakaian. Digambarkan dengan enam kombinasi makanan dan pakaian yang akan memberikan kepuasan yang sama besarnya kepada seorang Muslim. Apabila ia memilih kombinasi A, ia mendapatkan 14 makanan dan 2 pakaian. Kepuasan yang diperoleh tidak berbeda dengan jika ia mengonsumsi kombinasi B, yakni 8 makanan dan 3 pakaian, dan seterusnya sampai kombinasi sebaliknya yang digambarkan pada kombinasi F. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Gabungan Barang
Makanan
Pakaian
A
14
2
B
8
3
C
6
4
D
4
6
E
3
8
F
2
14

Kurva indiferen akan memberikan gambaran yang lebih lengkap mengenai keinginan seorang konsumen untuk mengonsumsi dua barang dan memberikan kepuasan yang maksimum.

Jika seorang Muslim menukar kombinasi barang yang di konsumsi dari kombinasi A menjadi B, perubahan ini akan memengaruhi kenaikan konsumsi pakaian dari 2 menjadi 3 unit. Sementara itu, untuk makanan mengalami penurunan dari 14 menjadi 8 unit. Berarti, peningkatan konsumsi satu unit barang akan menguragi konsumsi barang yang lain. Keadaan ini menggambarkan besarnya pengorbanan suatu barang untuk meningkatkan konsumsi barang yang lain dalam waktu yang bersamaan. Pengorbanan ini dinamakan dengan marginal rate of substitution (MRS). Misalnya, seorang Muslim sudah mempunyai makanan yang banyak namun, pakaiannya masih sedikit. Agar mendapatkan kepuasan yang sama diperlukan pengurangan konsumsi makanan sehingga, memperoleh satu tambahan unit pakaian.

Konsekuensi dari adanya aksioma konsistensi dalam pilihan konsumen, maka antara kurva inifference yang berbeda tidak boleh saling berpotongan. Jika kurva tersebut berpotongan berarti terjadi pelanggaran terhadap aksioma utility, yaitu tidak adanya konsistensi telah terjadi.[5]



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan

Di dalam teori ekonomi, kepuasan seseorang dalam mengonsumsi suatu barang dinamakan utility atau nilai guna. Kalau kepuasan terhadap suatu benda semakin tinggi, maka semakin tinggi pula nilai gunanya. Sebaliknya, bila kepuasan terhadap suatu benda semakin rendah maka semakin rendah pula nilai gunanya.

Tujuan yang ingin dicapai oleh konsumen adalah kepuasan maksimum,  beberapa pengertian dan asumsi dasar (utama) yaitu, barang, utilitas, hukum pertambahan nanfaat yang makin menurun, konsistensi preferensi, dan pengetahun sempurna. Total utility adalah jumlah seluruh kepuasan yang diperoleh dalam mengonsumsi sejumlah barang tertentu. Sementara itu, marginal utility adalah penambahan atau pengurangan kepuasan sebagai akibat dari penambahan dan pengurangan penggunaan satu unit barang.

Dalam membangun teori utility function, digunakan tiga aksioma pilihan rasional yang pertama Completeness, kedua Transtivity, dan ketiga Continuity. Ketiga asumsi diatas dapat kita terjemahkan ke dalam bentuk kurva iniferen (Indifference Curve). Indifference Curve (IC) adalah suatu kurva yang menggambarkan gabungan dari dua barang yang akan memberikan kepuasan yang sama besar.






DAFTAR PUSTAKA

Ir. Adiwarman A. Karim, S.E.,M.B.A.,M.A.E.P, 2016 Ekonomi Mikro Islami, Jakarta: Rajawali Pers, PT. RajaGrafindo Persada.

Prathama Rahardja, Mandala Manurung, 2008 Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi & Makroekonomi), Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Rozalinda, 2016 Ekonomi islam teori dan aplikasinya pada aktivitas ekonomi, Jakarta, Pt. Raja grafindo persada.




[1] Prathama Raharja, Mandala Manurung. 2008. Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi & Makroekonomi), hlm. 73.
[2] Sadono Sukirno, Pengantar Teori Mikro Ekonomi, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002) edisi ke 3, hlm. 152.
[3] Abu Isak as-Syatibi, al-Muwafaqat fi Uhsul as-Syariah, (Beirut): Dar al-Mar’rifah,t.t), jilid II, hlm. 8.
[4] Walter Nicholson. Microeconomic Theory: Basic Principles an Extensions 6th ed. (New York: The Dryden Press, 1995).
[5] Ir.Adiwarnan A. Karim, S.E.,M.B.A.,M.A.E.P. 2016. Ekonomi Mikro Islami, hlm. 92.

1 komentar:

  1. What to bet in a casino and why do casino - DrmCD
    What to bet in a casino and why do casino gambling tips 경상남도 출장샵 and tricks help 김천 출장마사지 people 아산 출장안마 learn 경상북도 출장안마 all about 성남 출장안마 gambling gambling? Casino tips.

    BalasHapus